Pernahkah kita me-refleksi bagaimana hubungan kita dengan Allah saat ini? bagaimana cara kita meregulasi emosi?
bagaimana cara kita mengatur segala urusan?
bagaimana cara kita menempatkan segala sesuatu pada tempatnya?
ide pada aksi?
Bandingkanlah keadaannya dengan waktu-waktu lalu ketika semua iman dan amal kita tidak lebih baik dari sekarang!
Apakah kita akan dengan bangga berkata bahwa semuanya adalah hasil kerja pribadi?
“Sesungguhnya tiada daya dan upaya kecuali pertolongan Allah“
ketika
kita bertambah keimanan, itu adalah kasih sayang Allah yang masih
memberi kita tambahan waktu dan kesempatan. Harta yang tidak dijual.
kita dipilihkan. :(
Dunia saat ini :(
semakin
menyelami Islam, Nabi Muhammad, Ayat-ayat qouliyah, qouniyah Allah,
Allahu, semakin ngeri, semakin sakit dengan dunia saat ini :(
Sore tadi Nisa berkesampatan ikut mengajar di desa binaan, ada banyaaak lampu lampu hidup padam dikepala. Ketemu anak hydrocephalus yang
pemalu, berdiri diluar tanpa teman, sulit diajak kedalam untuk belajar,
sampai akhirnya kami berhasil duduk melingkar dengan satu orang murid
“pemalu“ lainnya. Mereka semua butuh dibimbing, semuanya, semua
anak-anak disini menurutku.
Pemuda! Siapakah kamu?
ingin sekali berteriak berkata AKU! tapi bukan seperti aku saat ini. :(
Tulisan ini, hanya kapas kapas yang ingin segera dibuat jadi kain agar tak lupa dan menguap.
Belum selesai dijait, belum selesai dipola.
Aku
bersyukur dengan jalan Allah yang telah dipilihkan sampai usia saya
detik ini, termasuk bersyukur atas pengetahuan, pemahaman, dan kesadaran
akan Islam sebagai “hidup”, selanjutnya predikat pemuda untuk kita yang
mempunyai fungsi dan peran seperti yang telah dicontohkan dalam
sejarah-sejarah lalu. Sejarah yang mana? Sejarah Rasululloh, Nabi-nabi,
sahabat, dan orang -orang Muslim yang sangat layak dijadikan teladan.
Mereka semua nyata, hidup seperti kita hidup, masih menggali, karena
pemuda bukan bicara usia, ia bicara mentalitas dan semangat juang.
Mereka dibutuhkan dalam setiap jiwa jiwa setiap individu dalam
menghadapi dunia “gila” saat ini.
Semangat Muda, bukan semangat orang berusia Muda-
Tuesday, May 19, 2015
Lintasan pikiran?
“Hati-hati jika keimanan hanya sekedar lintasan pikiran saja, bukan kumpulan kesadaran yang dalam”
Lintasan pikiran?
sesuatu yang membuatmu terhanyut, sesaaat, seperti karena euporia atau hal hal seperti terkagum kagum sesaat, seperti pada katakata petuah luarbiasa yang lamalama jadi biasa, tanpa nyawa, atau pada bungkus sebuah “harakah” sehingga lupa pada isi yang utama. Hanya lewat tanpa ingin menjadi bagian kita.
Sesungguhnya mereka dan kawan-kawannya adalah penggoda yang tipuannya sangat halus dan menerkam perlahan, terkadang memunculkan banyak dosa dosa lain yang tak terasa.
Friday, May 8, 2015
Teman Kita
“Jika kita meyakini bahwa Allah telah mengatur segala urusan kita
dengan sangat baik, sesuai takaran, sesuai kemampuan, dan semuanya
adalah anugerah, maka kenapa kita masih khawatir dan gelisah dengan
teman pilihanNya? “
“Seperti Dia yang telah memilihkan orangtua untuk kita, tidak ada keniscayaan, orangtua kita adalah takdir yang tidak akan pernah bisa kita tampikan, kita rela, ridha, haru, bersyukur sangat dalam telah menjadi amanah mereka“
“Maka jatuh cinta bagiku, bisa pada siapa saja,
jatuh cinta dengan alasan. Jika pun ada kecenderungan, selalu ingatlah ada sang Maha pembolak balik hati, masa depan kita masih terhijab waktu“
“Hiduplah dengan caraNya, yang penting bukan siapapun, tapi bagaimanapun aku “
“Belajar dari Bunda Asiyah, Khadijah, Aisyah, Fatimah, Asma bint Abu Bakar”
“Belajar dari Nabi Nuh, Umar bin Abdul Aziz, Salman Al Faris“
Takdir-takdir Allah yang sangat tak terjangkau oleh nalar-nalar manusia, kenapa masih tergoda oleh yang rendah?
Menjaga diri adalah bentuk ketaatan dan keyakinan, bahwa kita punya takdir yang dipilihkan, waktunya, tempatnya, temannya.
Sederhana saja, masih banyak rasa lezat yang didapatkan tidak hanya pada rasa manis. Bahkan pahit sangat lezat karena memang tempatnya.
Sederhana, sesuai caraNya, serahkan saja.
“Seperti Dia yang telah memilihkan orangtua untuk kita, tidak ada keniscayaan, orangtua kita adalah takdir yang tidak akan pernah bisa kita tampikan, kita rela, ridha, haru, bersyukur sangat dalam telah menjadi amanah mereka“
“Maka jatuh cinta bagiku, bisa pada siapa saja,
jatuh cinta dengan alasan. Jika pun ada kecenderungan, selalu ingatlah ada sang Maha pembolak balik hati, masa depan kita masih terhijab waktu“
“Hiduplah dengan caraNya, yang penting bukan siapapun, tapi bagaimanapun aku “
“Belajar dari Bunda Asiyah, Khadijah, Aisyah, Fatimah, Asma bint Abu Bakar”
“Belajar dari Nabi Nuh, Umar bin Abdul Aziz, Salman Al Faris“
Takdir-takdir Allah yang sangat tak terjangkau oleh nalar-nalar manusia, kenapa masih tergoda oleh yang rendah?
Menjaga diri adalah bentuk ketaatan dan keyakinan, bahwa kita punya takdir yang dipilihkan, waktunya, tempatnya, temannya.
Sederhana saja, masih banyak rasa lezat yang didapatkan tidak hanya pada rasa manis. Bahkan pahit sangat lezat karena memang tempatnya.
Sederhana, sesuai caraNya, serahkan saja.
Thursday, May 7, 2015
Sahutan sajak para anak dandelion
Jika perpisahan menyisakan tangis, maka pertemuan harus disadari
sementara dan kepemilikan harus dimaknai hanya titipan. Namun, tetap
saja cinta dan rindu bukan titipan, dia
lahir karena ada hati, maka jagalah hati agar bisa bermain rasa sesuai
dg aturan pemilik hati. Sehingga tangis hanya sebentar mengantarkan
kepergian, sementara.Ada pelangi datang lebih dulu
Dari hujan yang belum reda
Ada sedu dan rindu
Datang lebih sering
Dari pelangi di musim hujan
Ada sedu dan rindu
Datang lebih sering
Dari pelangi di musim hujan
Tentang hidup kita yang semakin beranjak,
menyusuri jalan menjauhi rumah dan halaman
Tabahlah menghadapi kefanaan, berusaha mengemudi “hidup” sesuai tujuan penciptaan
Kelak, panggilah, saling memanggil nama-nama kecil kita, nama ibu dan bapa,
Panggilah namaku jika tak kalian temukan aku di Syurga
Tentang rindu yg bersahutan dalam puisi, maka kita pahami bahwa kita
saling mencintai meski kala kanak dulu sering kita membuat ibu marah
karena pertengkaran. Kita menyadari, semakin tumbuh dewasa, semakin jauh
dari tanah kelahiran, dari tempat kita dibesarkan. Semakin dewasa kita,
semakin jarang wajah ibu dan bapak kita pandang. Diantara kejauhan kita
menyadari betapa penting kehadiran ibu dan bapak, namun kita sadar
diri bahwa dewasa tanda kita harus mandiri. Kenanglah sejenak
masa- masa ketika kita merasa ibu dan bapak tdk menyayangi kita karena
tak di belikan mainan atau dipukul karena bermain terlalu lama.
Sadarilah, bahwa kita melupakan tentang satu hal, doa terbaik dari
mereka. Lalu, tak usah menyimpan dendam.
Kini, kita terpisah jarak,
ada banyak kesibukan sebagai alasan u tetap menetap d perantauan.
Namun, harap terbesar adalah syurga menjadi tempat terbesar perkumpulan
kita. Shalehlah, saatnya kita menshalehkan diri kita di tempat masing-
masing, agar kelak syurga menjadi saksi kasih sayang antara kita.RimaGaniNisa yang mulai terbang, jauh, sendirian~
Subscribe to:
Posts (Atom)